Gelap dan Terang (Tiga Episode Satu Jiwa)

“Aku tak tahu mengapa gelap disebut terang dan mengapa terang disebut terang. Sebab bagiku sebagaimana orang-orang dijalan ini, seperti perjalanan yang menuju stasiun terakhir. Lalu berakhir” Ruh E.

Episode I

Perempuan-perempuan tua, menggendong daun pisang yang dilipat di punggung lengkungnya menuju perempatan. Tempat ibu-ibu usia empat puluhan tahun mencari pembungkus tempe. Langkah-langkahnya menembus dingin subuh dimana mereka yang menyatakan dirinya sebagai orang terdidik masih mendidik matanya dengan tidur.

Dua fragmen yang tergambar dimataku ini ialah dua fragmen tentang gelap dengan dua makna yang berbeda. Perempuan-perempuan tua itu ialah ‘per-Empu-an’ sejati, rahim dunia yang melahirkan terang matahari melalui langkah-langkah lemahnya dipagi buta.

digelap yang sama. Lalu mereka yang terpulaskan hingga terdengar kokok ayam atau dengung mobil-mobil telah menjerumuskan akalnya yang diterangi cahaya ilmu dengan kegelapan nafsunya. (Ruh E. Pram)

Episode II

“Lalu siapa mendirikan Eifel untuk menunjukkan kegelapan hanya bagi orang-orang pinggiran? sebab mereka yang terduduk sepi dipuncak kepemimpinan akan merasakan betapa logika itu hanyalan puzle yang semakin menguatkan pikiran bahwa tak ada cahaya yang sesungguhnya dari tumpukan logika dan aritmatika.

semua ini hanyalah sampah bagi Yang Ada dan membuat ketidakadaan dalam kegelapan. Ah biarlah saja semuanya larut dalam segelas vodka tanpa isi ini. Vodka yang tak akan membuatmu mabuk ataupun miskin, sebab hanya botol kosong dan angin yang hampa” (Oemar Te)

Episode III

Gelap ialah yang dilahirkan bayang-bayang atas terangnya Tuhan

(Threesideofmymind)

Leave a Comment