Hidup Yang Sempurna

Kalau mengingat kata ‘sempurna’, jadi teringat pikiran Hakim kecil yang terus menerus dipenuhi pertanyaan. Pertanyaan yang tak berhasil melontar dari bibir kecilnya itu (karena dulu Hakim seorang introvert berat), dia jawab dengan sesuatu yang benar-benar menguras tenaganya. Jawaban itu bernama hayalan.

Hayalan yang menjadi makanan kesehariannya itu akhirnyapun menunjukkan satu arah. Kesempurnaan. Ya, Hakim kecil menginginkan kesempurnaan pada setiap kesempatan hidupnya. Ia ingin mengulang waktu dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang telah berlalu. Lalu inipun berlanjut hingga Hakim kecil lebih senang menyendiri daripada bermain dengan yang lain.

Hayalan menghabiskan waktu hidupnya. Ternyata. Hidup menjadi sangat cepat bagi Hakim. Satu, dua tiga, empat tahun, sepuluh, dua puluh tahun. Bayangkan DUA PULUH TAHUN setelah dia mulai berhayal untuk pertama kalinyapun berlalu. Tapi kesempurnaan itu belum juga ia dapati. Hayalannya hanya berbolak-balik, seperti film yang diputar ulang, dikoreksi, disambung dengan film baru, terus menerus hingga dua puluh tahun hidupnya terhapuskan tanpa ada coretan emas. Perak, memang beberapa. Hakim memang tak pernal lolos dari jebakan 5 besar di kelas, juga tak pernah bisa lolos dari lomba-lomba tingkat provinsi. Tapi apa, ya hanya sebatas itu. Ia tak menjadi emas. Hanya perak. Dan perak selalu dijadikan nomor dua. Yang nomor dua, selalu dilupakan… sebagaimana orang ke dua yang dikatakan menginjakkan kaki ke bulan.

Belakangan, ditengah malam yang sunyi, Hakim mencari-cari kesempurnaan. Membandingkan dengan hidup yang ia alami. AKhirnya. Dan menemukan sesuatu yang mengejutkan dirinya. Hidup yang sempurna yang ia kejar itu, semua hayalan yang menghantui seperti film dalam kepalanya itu, semua waktu yang terlewat itu, semuanya sia-sia. Ternyata. Ia menjawabnya dengan hayalan yang sama, hanya ditambah dengan tanya: Apakah Hakim dalam hayalanku yang sedemikian sempurna itu akan bahagia? Tidak. Ternyata tidak bisa bahagia. MEngetahui segala-galanya, menjawab semua pertanyaan, mengetahui apa yang akan terjadi, menjadi yang terhebat, tidak membuatnya bahagia. Tidak ada tantangan bagi hidupnya. maka, Hakim yang sempurna dalam hayalan itupun mungkin akan mengatakan

“Aku demikian iri dengan kalian yang berfikiran bebas. Sebab tak mengetahui apa yang akan terjadi dan mengalami hal-hal buruk yang menumbuhkan. Kalian bebas dan berpetualang, aku terkurung dalam kepastian”

akhirnya. Terlepas juga dari semua hayalan itu Hakim tertawa. Lalu kembali terjebak hayalan yang lain. Namun, kali ini hayalan itu telah diukur, sehingga petualangan menuju hayalannya adalah NYATA….. PETUALANGAN HIDUP SEPANJANG HIDUP… itulah hidup yang sempurna…..

2 Comments

  1. Adistya says:

    Udah pernah baca Obsesi Kesempurnaan nya Anis Matta belon?
    (nanya serius, ni..)

    Like

Leave a Comment