Mengobati Kekecewaan: Di tikungan Takdir

Tiba-tiba ia menjadi sensitif. melihat orang yang berhasil ia menjadi sangat nyeri. Melihat kebaikan, ia tidak terima. Melihat orang lain yang mulai berbuat baik, hatinya menolak. Apakah yang menjatuhkan mentalnya demikian terpuruk? BUkankah ia telah menjalani malam-malam penuh doa? bukankah ia telah menekuni kitab-kitab tentang kesabaran? bukankah ia telah menenun hatinya dengan kalimatullah?

“dikelokan takdir ini, aku menatap masa depan….. ” (Ramonez)

Ah, itulah manusia. Betapa ia ingin mengakui bahwa hatinya terluka. Betapa ia malu untuk mengakui kekalahan. Betapa ia tak ingin orang lain tahu bahwa dalam hatinya ia ingin marah. Bahwa semua yang ia lakukan telah kandas di depan matanya, semuapun tahu. Tapi tak lagi ia keluhkan pada manusia. Nafasnya terasa tersengal, tak bisa menghirup nafas untuk mengatkan “aku kecewa” tapi hanya kata-kata yang terpotong-potong tentang “hai, aku tak mengapa”. Ini hanya topeng,hanya sabotase. Tapi apa lagi yang bisa diperbuat? menangis? mengamuk? menyebar kebencian? ia mengatakan TIDAK.

Kalaupun ia kini tahu, rasa sensitifnya adalah karena gejala kekecewaan saja. Kalaupun ia tahu bahwa kekecewaan itu hanya untuk mereka yang tidak bersyukur. Kalaupun ia tahu bahwa ini ujian dari Allah untuk membelokkan takdirnya menuju takdir yang lebih baik. Akhirnya toh ia harus membisu. seperti tercekat dalam dadanya. Nyeri tak terperikan lagi. Namun ia tahu bahwa belokan selalu membawa angin yang berbeda. seperti muson yang membawa hujan ataupun badai. seperti tikungan yang menjatuhkan pembalap yang puluhan tahun menghiba pada kecepatan. Ya, ia tahu. ia tahu persis sakitnya ini. dan ia mencoba untuk tersenyum meskipun air matanya terus mengembang.

12 Comments

  1. titintitan says:

    ijin share ke sini yah

    http://www.titintitan.multiply.com

    nuhuuun ^,^

    Like

    1. HaKim says:

      pindah rumah lagi? hm…

      Like

  2. titintitan says:

    he? saya blm pernah pindah rumah.
    ini ngontrak ajah.. ;d

    punya 2 jadi

    ahahha.. kaya kan?

    Like

    1. HaKim says:

      wew… ikutan ngontrak lah… hehe

      Like

  3. thoy2 says:

    Dalam hati manusia hanya Allah dan dirinya saja yang tau,,
    Yah,, itulah manusia..
    Dan saya pun sampai sekarang masih seperti itu,, πŸ™‚

    Nice Post… πŸ™‚

    Like

    1. HaKim says:

      ya begitulah… seperti juga puasa

      Like

  4. muftisany says:

    kayak bercermin

    Like

    1. HaKim says:

      bercermin pada yang bisa dicerminkan atau pada diri sendiri nich? πŸ™‚

      Like

      1. muftisany says:

        karo panjenengan

        Like

      2. HaKim says:

        ???
        yang perlu atau yang harus?

        Like

  5. rumahniefha says:

    rumahnya kok sepi

    Like

    1. HaKim says:

      sudah diisi kembali rumahnya… silakan berkunjung…. πŸ™‚

      Like

Leave a Comment